INTERNET memang sudah dikenal, bahkan hingga ke pelosok perdesaan. Namun, para penggunanya tentu masih dalam jumlah terbatas karena tergantung akses telekomunikasi dan juga soal keekonomian serta dampaknya.
Nah, di Kota Kediri, Jawa Timur untuk segmen pelajar ternyata banyak yang gemar berburu situs porno melalui internet. Ini berdasarkan hasil survei.
Dari 100 pelajar yang memiliki kesempatan mengakses internet, 78 di antaranya mengaku sering membuka situs porno. Fenomena mengejutkan tersebut terungkap dalam survei yang dilakukan Komunitas Penggiat Teknologi Informasi Kediri (Kompetidi).
Penelitian ini dilakukan terhadap 100 responden dari kalangan pelajar yang berusia 13-17 tahun di Kota Kediri. Dari 78 pelajar yang membuka situs porno, 69 di antaranya sengaja mencari. Sedangkan sisanya karena sudah tersedia di komputer warnet.
“Jumlah responden kami memang tidak terlalu besar, tapi itu sudah cukup mewakili komunitas pelajar di Kota Kediri. Saya yakin jumlah penggemar situs porno ini jauh lebih besar dari hasil survei ini dan selalu meningkat setiap tahunnya,” ujar Ketua Kompetidi, Didik Subiantoro.
Menurut dia, ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya jumlah pelajar yang berburu situs porno di warnet. Di antaranya adalah mudahnya mendapatkan akses internet melalui warnet dengan berbagai fasilitas yang diberikan.
Salah satu fasilitas yang justru kerap disalahgunakan pengguna internet adalah bilik tertutup. Dengan kondisi yang sangat pribadi, pelajar bisa dengan leluasa mengakses situs porno baik luar negeri maupun lokal.
Selain itu, penetapan tarif yang sangat murah oleh pengelola warnet menjadi daya dorong pelajar untuk sering menyewa. Sayangnya, kemudahan itu justru dimanfaatkan untuk berburu gambar-gambar porno.
“Kondisi inilah yang ditangkap dengan baik oleh sejumlah pihak untuk memanfaatkan pelajar yang masih belia. Di antaranya dengan membuat komunitas tertentu yang mengarah ke pornografi,” ujar Didik.
Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi chatting yang khusus melayani hal-hal berbau porno. Beberapa orang bahkan menyediakan ruang khusus untuk “mojok” dan berkencan di dunia maya.
“Jadi percuma polisi melakukan razia VCD porno di pasaran. Cukup Rp 3.000 per jam untuk sewa warnet setiap pelajar bisa men-download film porno sebanyak-banyaknya,” terang Didik.
Karena itu, ia berusaha mensosialisasikan penggunaan software anti situs porno di setiap warnet. Nantinya setiap user di bawah umur yang membuka situs porno akan terhalang sistem itu secara otomatis.
Sayang, upaya ini menurut Didik juga terhalang sikap pemilik warnet yang enggan melakukan pembatasan. Sebab diakui atau tidak, pemasukan terbesar mereka karena penyediaan situs-situs porno tersebut.
Tak Bisa Dihilangkan
Sementara itu, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Romi Satria Wahono mengatakan, keberadaan situs porno tidak bisa dihambat. Saat ini, ada lebih dari 1,3 miliar halaman situs porno yang ada dalam jaringan internet.
“Kontribusi dari situs porno tersebut mencapai 18 miliar dolar per tahun,” ujarnya dalam diskusi bertema “Siapkah Sekolah Menerima Internet” di Jakarta, kemarin.
Bisnis pornografi, ia melanjutkan, mencapai angka 80 persen dari seluruh bisnis yang ada. Sebanyak 60 persen dari satu miliar pengguna internet dunia membuka situs porno saat terkoneksi dengan jaringan. “Dalam setahun ada 600 film porno baru yang diproduksi,” kata Romi.
Kalaupun ditutup, situs porno yang ada dalam jaringan bisa menggunakan identitas lain untuk situsnya. “Tinggal menambah angka satu atau dua di belakangnya, dan situs bisa dioperasikan lagi,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar